Kehidupan masayarakat modern
yang serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan
primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya kalau tidak mau
keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfa’aatn teknologi
informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfa’atkan untuk
kesejahtraan, kemajuan dan peradaban manusia saja di sisi lain teknologi
informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk
melakukan tindakan kejahatan, seperti marakanya proses prostiutsi,
perjudian di dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan
pencurian data-data perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk
kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan kumunikasi, atau lebih
tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah alasannya
pemertintah indonesia menggesahkan UU ITE(Informasi dan Informasi
elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas
dan tearah, demi terciptanya masyrakat elektronik yang selalu menerapkan
moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya.
Manfaat pelaksanaan UU ITE:
1.
Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya
mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat
potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2.
E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan
potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan
ICT.
3. Trafik internet
Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat
harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten
sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
4.
Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk
negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi
kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila
dilihat dari content UU ITE, semua hal penting sudah diakomodir dan
diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif mengatur
informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat beberapa
cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana
mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti
elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP,
Undang-undang ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia,
yang memiliki akibat hukum di Indonesia; penyelesaian sengketa juga
dapat diselesaiakan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau
arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan Peraturan Pemerintah sebagai
peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat berjalan dengan
efektif.
Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU
ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia
tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di
bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal Depkominfo,
sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara yang
tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan
Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu
saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti
India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia
membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat menjadi
surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).
Pengaruh UU ITE
Sekarang
kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit di internet
berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia dipercaya oleh
komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan
hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding
di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di
internet dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online
luar negeri. Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih
mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena
mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE
sebagai cyber law pertama di negeri ini, negara lain menjadi lebih
percaya atau trust kepada kita.
Dalam Bab VII UU ITE disebutkan:
Perbuatan yang dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat,
”Setiap orang… dan lain-lain.” Padahal perbuatan yang dilarang seperti:
spam, penipuan, cracking, virus, flooding, sebagian besar akan
dilakukan oleh mesin olah program, bukan langsung oleh manusia. Banyak
yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu
kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang menyebarkan spam,
penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap
ada manusianya, the man behind the machine. Jadi kita tak mungkin
menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.
Beberapa Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masayarakat
Sejauh ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara masyrakat dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
Pengaksesan Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
Transaksi yang diperkuat dengan Tanda tangan Elektronik
Penyampaian pendapat dalam dunia maya
Penyebaran file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
Pengajuan HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik, demi keterjaminan hak.
Blog/Tulisan mengandung isi berbau SARA
Pengaksesan Illegal, serta pemakaian software illegal
Sedikit ulasan dari point
diatas, mengacu pada pasal 27-37, hanya akan ditangkap ”Orang Yang
Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan pembuat virus. Logikanya
sederhana, virus tak akan merusak sistem komputer atau sistem elektonik,
jika tidak disebarkan melalui sistem elektronik. Artinya, bahwa jika
sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar virus itu yang akan
dikenakan delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di pengadilan
bahwa si penyebar virus itu melakukan dengan sengaja dan tanpa hak.
Keseriusan Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Sesuai
dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia,
kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus. Itu
meliputi spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi, open proxy
(memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi
Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga
kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30
milyar per tahun. Hal ini tentunya mencoreng nama baik Negara, serta
hilangnya kepercayaan dunia terhadap Indonesia.
Untuk itulah pemerintah perlu serius menanganani Transaksi Elektronik yang sudah merambah berbagai aspek kehidupan bernegara.
Langkah Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Setelah
diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk hukum ini tidak
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam
memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis serta sosiologis
dari UU ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan melakukan
kegiatan diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat
media, maupun kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada
masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
menkampanyekan internet sehat lewat media, membagikan software untuk
memfilter situs-situs bermuatan porno dan kekerasan.
Keterbatasan Pemerintah Dalam Menangani UU ITE
Untuk
sekarang ini, kita belum bisa menilai apakah UU ITE ini ”kurang”. Kita
butuh waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang pasti, beberapa hal
yang belum secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah, juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara
keseluruhan, UU ITE telah menjawab permasalahan terkait dunia
aktivitas/ transaksi di dunia maya, sebab selama ini banyak orang
ragu-ragu melakukan transaksi elektronik di dunia maya karena khawatir
belum dilindungi oleh hukum. Hal yang paling penting dalam kegiatan
transaksi elektronik, adalah diakuinya tanda tangan elektronik sebagai
alat bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi seluruh pelaku transaksi
elektronik akan terlindungi.
Pada
Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful interception, tatacara Lawful
Interception akan diatur secara detil dalam Peraturan Pemerintah
tentang Lawful Interception. Intinya bahwa penegak hukum harus
mengajukan permintaan penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau
internet service provider yang diduga menjadi sarana komunikasi dalam
tindak kejahatan. Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan kepada
Depkominfo.
Sosialisasi UU ITE pada Masyarakat
Menteri
Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh mengatakan, saat
ini masih terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking situs porno,
padahal substansinya melingkupi seluruh transaksi berbasis elektronik
yang menggunakan komputer.Sehingga pihaknya terus berupaya melakukan
sosialisasi kepada masyarakat mengenai Undang Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE.
Tanggapan Masyarakat Terhadap UU ITE
Secara
umum masyarakat memandang UU ITE hanya sebagai formalitas sesaat, yang
mana peraturan dan perundang-undang yang disusun, hanya berlaku jika
ada kasus yang mencuat.
Dalam
kehidupan sehari-hari baik masyarakat umum ataupun kaum terpelajar tidak
sepenuhnya mematuhi atau mengindahkan UU ITE ini, terbukti dengan
masih tingginya tingkat pelanggaran cyber, penipuan, ataupun
pengaksessan situs porno.
“Kasus
`cyber crime` di Indonesia adalah nomor satu di dunia,” kata Brigjen
Anton Taba, Staf Ahli Kapolri, dalam acara peluncuran buku Panduan
Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) di Jakarta
Kesimpulan
Dari
hasil studi lapangan “Pengaruh Penerapan UU ITE terhadap Kegiatan
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi” dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Pada 25 Maret 2008, DPR telah
mengesahkan rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE). Pengesahan ini merupakan sesuatu yang menggembirakan dan
telah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak untuk keluar dari pengucilan
dunia internasional. Sayangnya, masyarakat terlalu terfokus pada
larangan atas pornografi internet dalam UU ITE sehingga melupakan
esensi dari UU ITE itu sendiri. Sebagai sebuah produk hukum, UU ITE
merupakan suatu langkah yang amat berani dengan memperkenalkan beberapa
konsep hukum baru yang selama ini kerap menimbulkan polemik.
2. Dampak UU ITE :
a.Dampak positif:
•
Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya
mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat
potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
•
E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan
potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan
ICT.
• Trafik internet Indonesia
benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus
memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan
sesuai konteks budaya indonesia
•
Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk
negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi
kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.
b.Dampak negatif:
•
Isi sebuah situs tidak boleh ada muatan yang melanggar kesusilaan.
Kesusilaan kan bersifat normatif. Mungkin situs yang menampilkan
foto-foto porno secara vulgar bisa jelas dianggap melanggar kesusilaan.
Namun, apakah situs-situs edukasi AIDS dan alat-alat kesehatan yang
juga ditujukan untuk orang dewasa dilarang? Lalu, apakah forum-forum
komunitas gay atau lesbian yang (hampir) tidak ada pornonya juga
dianggap melanggar kesusilaan? Lalu, apakah foto seorang masyarakat
Papua bugil yang ditampilkan dalam sebuah blog juga dianggap melanggar
kesusilaan?
• Kekhawatiran para
penulis blog dalam mengungkapkan pendapat. Karena UU ini, bisa jadi para
blogger semakin berhati-hati agar tidak menyinggung orang lain,
menjelekkan produk atau merk tertentu, membuat tautan referensi atau
membahas situs-situs yang dianggap ilegal oleh UU, dll. Kalau ketakutan
menjadi semakin berlebihan, bukanlah malah semakin mengekang kebebasan
berpendapat
• Seperti biasa,
yang lebih mengkhawatirkan bukan UU-nya, tapi lebih kepada
pelaksanaannya. Semoga saja UU ini tidak menjadi alat bagi aparat untuk
melakukan investigasi berlebihan sehingga menyentuh ranah pribadi.
Karena seperti Pak Nuh bilang, UU ini tidak akan menyentuh wilayah
pribadi. Hanya menyentuh wilayah yang bersifat publik. Itu kan kata Pak
Nuh. Kata orang di bawahnya (yang mungkin nggak mengerti konteks) bisa
diinterpretasi macam-macam.
3. Disamping banyak manfaat yang
dirasakan namun masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui
informasi tentang UU ini bahkan ada yang sama sekali tidak peduli.
Pemerintah harus lebih mengembangkan dan mensosialisasikan UU ITE agar
dipahami dan diterapkan oleh masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar